PILPRES (bukan) Kun Fayakun

SULSELNET. COM, -Adalah takdir demokrasi Indonesia berumur 5 (Lima) tahun, yang dimaksudkan disini adalah perhelatan demokrasi di level nasional (Pilpres), Pilkada Propinsi dan Kabupaten/Kota secara periodik digelar setiap 5 (Lima) tahunan.

 

 

Mudah-mudahan aktor politik kita selain membangun panggung masing-masing juga mampu merancang konstruksi bangunan demokrasi yang mampu bertahan hingga jutaan tahun lamanya, bagaimana mereka (para politikus) berjibaku di tengah perbedaan yang ada sekaligus menegaskan kepedulian terhadap ketentraman ketatanegaraan yang tidak selamanya auto-pilot tetapi tetap membutuhkan tangan yang bekerja secara manualistik, dikarenakan dari sinilah lahir keberdayaan kearifan-kearifan lokal daerah yang nantinya mengkristal menjadi gambaran kehidupan secara nasional. Kita kenal sebagai wajah bangsa kita !.

 

 

Pandangan yang sangat sempit melihat moment Pemilihan Presiden (Pilpres) adalah ketika yang terlihat hanyalah kesempatan untuk menjadi Presiden/Wakil Presiden, ataukah kesempatan untuk mengganti Presiden/Wakil Presiden, kesempatan untuk memviralisasi ketokohan diri, dan parahnya jika itu dianggap sebagai kesempatan untuk mengambil keuntungan materi dari proses kebutuhan kerja-kerja tim sukses.

 

 

Jika demikian, maka proses Pilpres terlihat hanyalah momentum bagi mereka yang miliki hasrat berkuasa, momentum pesta bagi mereka yang berduit. Istana Presiden tidak lagi terlihat sebagai tempat kerja Presiden atau pusaran perjuangan kepentingan Rakyat Indonesia tetapi seolah hanyalah bangunan kontrakan yang dipersewakan selama 5 (lima) tahun.

 

 

 

Baiklah, jika kita menolak keras alinea pikir di atas, maka yang utama adalah kita jangan mengalami cara berpikir “Tak Beretika” yakni menempatkan Pilpres pada sudut pemikiran yang lain sementara harapan ditempatkan pada sudut lainnya.

 

 

Oleh karenanya, pemikiran harus hijrah lebih dewasa lagi melihat Pilpres sebagai sebuah proses yang berjalan secara demokratif dalam rangka mengkonstruktif masa depan Negara, aktor Pilpres dapat diaktegorikan sebagai perspektor nasib Bangsa. Di dalamnya terjadi kombinasi antara kewajiban pemerintah untuk meletakkan pembangunan dan menyuguhkan pelayanan, dan kepentingan Rakyat yang merupakan indikator denyut nadi sebuah Pemerintahan.

 

 

Selanjutnya, tentu kita akan berhadapan dengan tahapan Pilpres yang juga tidak boleh hanya dipandang sebagai tekhnis dari sebuah proses demokrasi tetapi menjadi hal yang linear dengan kualitas produk Pilpres nantinya (Kandidat yang terpilih menjelma menjadi Pemerintah).

 

 

 

Setiap tahap tentunya melibatkan Rakyat sebagai pemilih dikarenakan sistem pemilihan kita memilih metode Pemilihan Langsung (one man one vote), dan karenanya kita sangat berharap pelibatan itu tidak hanya memposisikan Rakyat sebagai partisipan momentum belaka tetapi lebih dari itu Rakyat adalah partisipan demokrasi yang miliki kesadaran dan tanggung jawab sebagai Warga Negara.

 

 

Warga Negara yang memiliki khazanah berpikir dan tindakan yang kontributif terhadap Pilpres akibat dari adanya sisi edukatif dari penyelenggara dan aktor-aktor, berikut pelaku-pelaku proses Pilpres.

 

 

 

Hal ini bisa saja tidaklah mudah dikarenakan kenyataan hari ini adalah suasana Pilpres terdikotomi dengan wacana anda yang salah dan hanya saya yang benar; menghadirkan egosentris pada optik masyarakat dan alhasil warga Negara yang beradab disulap menjadi suku barbar, lanjutkan atau ganti; mengaburkan wawasan warga Negara yang seharusnya menjadi pemilih cerdas berubah menjadi pemilih sektoril (cenderung money politic), setiap peristiwa rawan di politisasi; menempatkan warga Negara pada posisi pemilih Mandiri menjadi rombongan bebek tergiring keluar masuk kandang, makan dan minum kemudian dipotong.

 

Kalau demikian adanya, mutlak terwujud Corret Reasoning (penalaran yang betul) di tengah-tengan pemilih (warga Negara). Periodesasi pemerintahan walaupun berjalan singkat hanya 5 (Lima) tahun tetapi kerangka berpikir menentukan pilihan (Capres/Cawapres) hingga mengawal pemerintahan mesti terangkai ribuan hingga jutaan tahun ke depan.

 

 

Semuanya bermula dari harapan publik kepada ring dalam dan/atau Capres/Cawapres untuk mereka selain mengupayakan kemenangan juga menjelma menjadi stimulator menjaga mata dan telinga Rakyatnya, menghadirkan ruang-ruang diskusi tentang kebutuhan Bangsa hari ini dan hari esok, mensketsa di hadapan Rakyat bagaimana simulasi tindakan mereka disaat amanah Rakyat ada di tangan mereka, sepakat menjadikan public enemy bagi provokator bangsa dan wacana-wacana yang mempropaganda rusaknya ketentraman bertetangga di Nusantara Indonesia.

 

 

Bahwa penguasa silih berganti tetapi pelaku pemerintah yang berkuasa mesti mencanangkan program pemerintah yang berkelanjutan, dan dibutuhkan karakter dan jiwa pemimpin Indonesia yang berani dan fair mengevaluasi yang kurang baik dan melanjutkan yang baik dikarenakan pemerintahan berbuat bukan tentang siapa pemimpinnya tetapi seperti apa keadaan yang di pimpinnya. Kita sangat inginkan kaki tangan pemerintah yang memahami kebijakan adalah sebuah alat kekuasaan yang menguasai arena kebijakan, kebijakan yang berprinsip “menentukan tujuan dan tetapkan caranya”.

 

 

Pemerintah jangan terlena dengan kebijakan (yang harus) populis tetapi sasaran singkat dan cenderung kadar manfaatnya lemah, pemerintah harus berani berkorban di cemooh publik dengan kebijakannya yang tidak seleratif tetapi menghadirkan kadar manfaat yang kuat dan bertahan manfaat di beberapa generasi peradaban Bangsa.

 

 

Akhirnya, mengupayakan kerukunan dan kedamaian hidup adalah tujuan berbangsa yang sangat mulia, optimalisasi kehidupan Berbangsa dalam proses Pilpres tidaklah semudah membalikkan telapak tangan ataukah penulis istilahkan kita manusia tidaklah “memiliki” (kemampuan Allah) kalimat Kun Fayakun atas sebuah ikhtiar. Semuanya membutuhkan kerja keras dan nyata, cucuran keringat hingga teteasan air mata bahkan menjadi sesuatu yang tak terelakkan demi Bangsa dan Tanah Air tercinta Indonesia.

 

 

Oleh: ARMAN, SH

 

Jabatan: Wakil Ketua AMPI Sul-Sel

 

T4/Tgl Lahir: Soppeng 5 Agustus 1980

 

Pekerjaan: Advokat

 

Silahkan Berkomentar