SULSELNET.COM-Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf bakal lebih kuat lima tahun ke depan. Betapa tidak, pemenang pilpres 2019 ini disokong lebih 60 persen kursi DPR RI. Namun, pakar justru melihat sesuatu yang berbahaya.
Pemerintah yang kuat tidak menjamin situasi negara menjadi aman. Opisisi yang tidak seimbang justru dianggap bisa menghidupkan parlemen jalanan.
Direktur Presidential Studies-DECODE UGM, Nyarwi Ahmad mengatakan, lemahnya oposisi bisa berakibat tidak baik(buruk) bagi pemerintahan Jokowi. Juga berdampak buruk terhadap demokrasi.
“Rezim politik pemerintahan dalam sistem demokrasi tanpa oposisi itu sangat mengkhawatirkan,” ujar pakar lulusan UGM yang menyabet gelar doktoral dari Bournemouth University ini, Jumat (28/6/2019).
Dia menjelaskan, oposisi setidaknya punya tiga manfaat. Pertama, menjadi saluran pelampiasan gerakan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Bila ketidakpuasan terhadap pemerintah tak menemukan salurannya, maka hasrat perlawanan itu bisa tertumpah di jalanan yang rentan diwarnai aksi kekerasan.
Kedua, oposisi sebagai pemberi kritik maupun pandangan alternatif terkait kebijakan pemerintah. Tanpa oposisi yang sehat dan kuat, pemerintah bisa terjebak pada cara-cara otoriter dalam mengelola kekuasaannya.
“Cara-cara otoriter itu seringkali dilakukan oleh aktor di dalam pemerintah secara tidak sadar,” kata Nyarwi seperti dikutip dari Detikcom.
Ketiga, oposisi membangun checks and balances dalam demokrasi. John Dalberg-Acton, atau Lord Acton (1834-1902) punya adagium terkenal, “Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut sudah pasti korup.”
Untuk menghindari kekuasaan absolut, maka dibutuhkan peran oposisi sebagai alat kontrol dan penuntut transparansi.
Dia menegaskan bahwa demokrasi tanpa oposisi berpotensi melahirkan otoritarianisme.