Foto:Mantan Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto bersama para RT RW beberapa tahun lalu.
SULSELNET.COM, MAKASSAR – Sebelumnya 9 Indikator penilaian kinerja RT/RW pada era Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, bakal berubah menjadi jadi 3 Indikator di era Pj Wali Kota, Iqbal Suaeb.
Sontak ramai diperbincangkan, ada yang menilai hal tersebut murni evaluasi. Ada pula menilai evaluasi sarat politik karena dilakukan seiring menghangatnya suhu politik jelang Pilwali Makassar.
RT Melayu Baru, Andi Pawellangi, justru mengkritisi program tersebut. Menurutnya, suatu kemunduran bilamana pemkot masih bergelut pada persoalan indikator. Sementara saat ini, sudah ada kandidat walikota yang menawarkan insentif dua kali lipat dari itu.
“Aduh terlambatki, kalau indikator itu yang dipolemikkan. Sekarang orang sudah berbicara 2 juta, bukanmi 1 Juta. Intinya terlambatki,” ujar Andi Pawellangi, Kamis, (13/2/2020)
Pedagang grosir di pasar sentral ini mengatakan, suatu kemunduran bilamana pemkot menjanjikan tanpa ada konsep yang realistis. Harusnya, pemkot memberikan gambaran bagaimana realisasi PAD itu tergenjot lalu kemudian memberikan efek pada semua sektor, termasuk insentif RT/RW.
“Logikanya, kalau memang realisasi PAD kita bisa capai 2 triliun baru kita bisa rasional belanja program. Saya juga bilang, bahwa Danny Pomanto sukses meningkatkan PAD, terbukti bukan janji, Jadi perubahan itu harus lebih baik, bukan stagnan apalagi mundur,” paparnya.
Sementara, H. Arsyad salah satu RW di Kecamatan Ujung Tanah, mengemukakan, Danny adalah tokoh pemrakarsa atas berbagai kemajuan bagi RT/RW di Kota Makassar.
“Tabe saudaraku, 10 tahun saya ketua RW tidak pernah dapat insentif. Danny Pomanto yang telah meletakkan penghargaan terhadap RT/RW tersebut berupa adanya insentif,” kata tokoh masyarakat Utara tersebut.
Bukan itu saja, berbagai apresiasi tinggi sudah dibuktikan dengan pendukung kinerja berupa pengadaan 6.000 handphone merek oppo, dan baju seragam bagi garda terdepan pelayanan pemerintah tersebut.
“3 indikator itu hanya teknis saja. Yang patut disyukuri karena program itu masih ada, dan semoga terus ditingkatkan lagi oleh pemerintah kota saat ini,” pungkasnya.
Salah satu RT di Biringkanaya, Yusuf, berpendapat, bahwa lebih banyak indikator sebenarnya lebih baik lagi untuk penilaian program.
“Kita sebagai RT pasti setuju dengan kebijakan pemerintah, dengan cacatan dipertahankan yang baik, dan dievalusi yang kurang baik, dan semoga saja tidak yang menunggangi untuk politisasi,” ujarnya.
Sementara Legislator DPRD Makassar, Hamzah Hamid, mengatakan, meski itu kebijakan yang baru, tapi tujuannya harus berorientasi pada pelayanan yang lebih prima kepada masyarakat.
“Tetap perlu dievaluasi, karena jika ini diratakan lalu terjadi ketimpangan di program lainnya kan tidak rasional juga. Contoh, kalau itu sampai membebani APBD kan kasihan. Di sisi lain PAD kita belum mampu untuk pemerataan insentif itu, lalu dipaksakan, kan tidak realistis,” tandasnya.
Hamzah menilai, subtansi pada indikator tersebut sebenarnya untuk mengukur aktif tidak RT/RW itu di lapangan. “Insentif itu sebenarnya sebagai motivasi dan penghargaan atas partisipasi RT/RW, karena itu tidak seberapa dibanding kontribusinya menjaga dan memberdayakan lingkungannya,” pungkasnya.
Hamzah Hamid yakin, RT/RW yang mapan dari segi ekonomi tidak memikirkan insentif tersebut. Justru ada dari mereka tidak segan mengeluarkan dana pribadi untuk membiayayai kegiatan di wilayahnya.
Sebelumnya, sembilan indikator atau penilaian kinerja RT RW yang dijalankan selama ini dianggap tidak efektif. Pemkot segera merevisi 9 indikator menjadi 3 indikator.
Kepala Badan Pemberdayaan Kota Makassar, Yarman, mengaku, pihaknya akan segara turun melakukan road show ke 15 kecamatan sekaligus berdialog dan membahas kegiatan-kegiatan RT RW termasuk indikator penerimaan insentif RT RW tersebut. (*)