Bersaksi di Pengadilan Kasus PDAM, Danny Sebut Keterangan Mantan Kabag Hukum Pemkot Ada Kebohongan

MAKASSAR, SULSELNET.COM – Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto taat hukum. Dirinya bersaksi pada kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis 22 Juni 2023.

Dalam perkara ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) telah menetapkan lima orang tersangka. Masing-masing mantan direksi Perumda Air Minum Makassar-nama PDAM usai berganti.

Namun, Danny Pomanto-sapaan wali kota Makassar bersaksi untuk terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi. Kedua terdakwa ini dianggap telah merugikan keuangan negara sekira Rp20 miliar, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI perwakilan Sulsel.

Usai bersaksi, Danny Pomanto kembali menyatakan kesaksiannya di hadapan Jaksa Penutut Umum (JPU). Menurutnya, ada ketimpangan yang disampaikan mantan Kabag Hukum Sekretariat Kota Makassar, Umar.

Pada persidangan sebelumnya, Umar menyatakan, jika rapat penggunaan laba perusahaan berlangsung di kediaman Danny Pomanto bersama direksi PDAM, pada 2017 lalu. Untuk selanjutnya dibuatkan Surat Keputusan (SK).

Namun Danny Pomanto membantah pernyataan Umar tersebut. Menurutnya, di tahun 2017 hingga 2018, dirinya tidak pernah menempati kediaman pribadinya. Melainkan bertempat tinggal di rumah jabatan wali kota Makassar.

“Berarti di situ kan ada kebohongan. Jadi saya harus klarifikasi banyak hal, termasuk pertemuan di Amirullah, saya cek di bagian hukum itu tidak ada di Amirullah. Berarti pembohongan,” pungkasnya.

Memang, lanjutnya, dia pernah menggelar rapat terkait penggunaan laba PDAM. Itu berlangsung di ruang Sipakatau, Balai Kota Makassar. Bukan di kediaman pribadinya.

Saat itu, dirinya meminta Bagian Hukum Sekretariat Kota Makassar untuk mengkaji penggunaan laba PDAM sebelum SK terbit, yang disesuaikan dengan Permendagri nomor 2 tahun 2007.

“Tapi saat itu Umar menolak. Padahal kan ada dasarnya,” sebutnya.

Kendati begitu, Danny Pomanto tetap membuat SK untuk penggunaan laba. Namun, SK tersebut kembali dicabut. Penggunaan laba pun batal, karena tidak sesuai dengan pembagiannya. Aturannya, lima persen dari laba bersih untuk direksi. (**)

Silahkan Berkomentar